Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 218

"Sabina saya ingin berbicara sangat pribadi padamu. Saya sudah izin Hoca Fahri untuk membicarakan ini kepadamu."

Sabina mengangguk.

"Ini melanjutkan ide Hoca Fahri beberapa waktu yang lalu itu. Bahwa sebaiknya kau menikah dan berkeluarga. Ini untuk kebaikanmu. Saya lalu berpikir, saya sendirian, saya seperti sebatang kara, dan kau juga tidak ada siapa-siapa di kota ini. Saya ingin rnenyempurnakan separuh agama saya, niat saya ibadah. Saya ingin menikahimu Sabina, apa kau mau?!"

Sabina kaget bagai disengat listrik.

"Paman mau menikahiku?!"

"Benar Sabina."

"Ini gila!"

"Gila? Apanya yang gila?"

"Apa Hoca Fahri yang minta Paman menikahiku?"

"Tidak! Ini murni kemauanku Sabina. Percayalah aku akan menerimamu apa adanya dan aku berharap kau bisa menerimaku apa adanya."

"Ini gila Paman!"

"Tidak, ini tidak gila Sabina."

"Paman sudan tahu kan aku gelandangan. Wajahku seperti ini. Paman belum lihat mulutku seperti apa. Gigi-gigiku tanggal. Lihatlah baik-baik!"

Paman Hulusi melihat mulut Sabina yang ompong bagian depan.

"Paman bisa mendapatkan yang lebih baik dariku."

"Aku menerimamu apa adanya Sabina. Sungguh. Maafkanlah sikapku yang lalu-lalu yang kasar kepadamu."

"Paman rasanya ini susah dipercaya. Ini gila Paman!"

"Sabina sekali lagi ini bukan gila. Saya ingin menikahimu dengan penuh kesadaran bukan kegilaan. Mungkin kau kaget. Jangan kau jawab sekarang Sabina. Pikirkanlah dalam waktu dua atau tiga bari. Pikirkanlah baik-baik. Dan aku menunggu kabar baiknya. Terima kasih atas waktunya. Aku harus ke resto Agnina menyampaikan pesan Hoca Fahri pada karyawan di sana, setelah itu ke kampus Heriot Watt menjemput Misbah lalu menjemput Hoca Fahn."

Paman Hulusi bangkit dari duduknya dengan perasaan lega. Ia melangkah ke pintu dan menuju mobil. Sabina seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar dan dialaminya. Tak pernah terbayangkan ia akan dilamar oleh lelaki seperti Paman Hulusi. Pinangan Paman Hulusi semestinya membahagiakan perempuan tuna wisma berwajah buruk sepertinya, tetapi pinangan itu membuat hatinya merasakan kesedihan yang luar biasa.

Air mata Sabina menetes. Begitu mendengar suara mobil lirih menderu meninggalkan halaman rumah, tangis Sabina meledak. Sabina menangis terisak-isak sambil berulang kali istighfar menyebut nama Allah.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 218

0 komentar:

Posting Komentar