Masjid itu gagah Arsitekturnya bergaya Scots Baronial. Begitu serasi dengan bangunan kuno di sekitarnya. Berdiri
dengan satu menara tinggi di satu sudutnya, dan tiga kubah runcing segitiga
pada tiga sisi lainnya, serta pintu utama yang besar dengan melengkung khas
masjid. Warna masjid itu cokelat muda. Ada tulisan "Allah" dengan
huruf Arab pada dua sudut bagian depan. Masjid itu mampu menampung tak kurang
seribu jamaah saat shaJat. Tempat shalat untuk lelaki dan perempuan terpisah
oleh lantai yang berbeda. Perempuan shalat di balkon yang bisa melihat ke
tempat shalat utama. Tempat wudhu dan kamar mandi lelaki dan perempuan juga
dipisah. Masjid yang dibangun oleh Raja Fahd itu juga memiliki perpustaka an,
dapur, dan ruang serba guna.
Fahri sangat betah berada di masjid itu.
Seringkali ia shalat Shubuh lalu i’tikaf sampai waktu Dhuha. Sepanjang i’tikaf itu ia gunakan untuk
berdzikir dan muraja’ah hafalan
Al-Qur'an-nya. Biasanya ia duduk di pojok belakang tempa t shalat. Sudah
setahun setengah Fahri di Edinburgh, tetapi ia tidak mengenalkan dirinya
sebagai lulusan Universitas AIAzhar Kairo kepada para jamaah masjid itu. Paman
Hulusi sangat ingin mengenalkan hal itu, tapi Fahri melarangnya. Orang-orang
hanya tahu bahwa ia orang Indonesia yang sedang riset di The University of Edinburgh, bidang filologi. Fahri ditemani Hulusi
malah sering membantu bersih-bersih masjid.
Pagi itu usai shalat shubuh, Fahri berdzikir pagi secara
singkat lalu mengulang hafalan Al-Qur'an-nya dengan cepat. la tidak menunggu
waktu Dhuha terbit. Fahri mengajak Paman Hulusi pulang ke Stoneyhill Grove,
sebab ia teringat belum menge-print
hasil pekerjaannya semalam,
“La haula wala
quwwata illa billah, ... La haula wala quwwata illa billah...”
Mobil itu meluncur ke timur, menyibak udara pagi Kota
Edinburgh.
"Kalau nanti Hoca benar-benar pulang ke Indonesia,
negeri Hoca berasal, saya mau ikut Hoca. Kalau Hoca membuat masjid biar saya
yang menjaga dan menjadi tukang bersih-bersihnya. Atau Hoca membuat sekolah di
kota Hoca, biarlah saya tetap menjadi sopir Hoca, atau menjadi tukang bersih-bersih
sekolah Hoca."
Fahri tersenyum mendengar kata-kata Paman Hulusi itu.
“La haula wala
quwwata illa billah, ... La haula wala quwwata illa billah...”
Pagi itu tampak sedikit lebih cerah. Langit lebih cerah
meskipun tetap ditutupi semburat awan abu-abu. Pendar sinar matahari terhalang
kabut tipis mulai mengintip di ufuk timur ketika mobil Fahri memasuki kompleks
Stoneyhill Grove. Paman Hulusi langsung membawa mobil memasuki garasi.
Ketika Fahri keluar dari mobil, Jason adik lelaki Keira
keluar dari pintu rumahnya dengan mencangklong tas, Tampaknya ia mau berangkat
sekolah. Jason melihat Fahri. Pandangan keduanya bertumbukan. Jason memasang
muka tidak suka, bibirnya memberikan isyarat berbicara pada Fahri tanpa suara: Fuck You!
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar