“Subhanallah,
Mas Fahri. Berapa abad kita nggak ketemu. Tidak menyangka kita akan jumpa di
sini.“
"Subhanallah.
Saya juga tidak menyangka. Agak ragu tadi aku mau menyapamu. Antara yakin dan
tidak yakin. Tapi aku nekat saja. Sedang apa kau di sini, bawa ransel besar
sekali."
"Sedang jalan-jalan sebelum pulang ke
Indonesia."
"Pulang Indonesia? Jadi kau selama ini di
mana?"
"Di Bangor, Wales, mas."
"Pulang, 'ala
thul?"1 tanya Fahri dengan bahasa Indonesia campur bahasa
'amiyah Mesir. Persis saat masih di Kairo dulu.
"Selesai doktor apa master?"
"Ceritanya panjang, mas."
"Ayo cerita kalau begitu. Kau nginap di mana?"
"Belum ada penginapan. Kebetulan sekali ketemu, Mas
Fahri.”
"Kau sama siapa jalan-jalan ke sini?"
"Sendirian, mas."
"Sendirian?"
“Iya."
"Subhanallah.
"
"Bagaimana Iagi, masak
sudah di UK, cuma taunya London sama Bangor. Kalau harus pulang, ya paling
tidak tahu juga Edinburgh dan kola yang lain. Maka aku nekat, mas. Backpacker-an. Namanya juga mahasiswa."
"Wah, masih sama kayak di Mesir dulu. Haji atau umrah
backpacker-an pakai kapal Wadi Nile
pilih yang suthuh,2 biar
murah."
"Mas Fahri masih ingat saj a. Mas Fahri sedang apa
di sini? Mana Aisha, mas?"
"Ceritanya panjang. Kau sudah makan?"
"Belum."
"Ayo kita makan. Setelah itu kau nginap di rumahku
saja."
"Mas Fahri punya rumab di sini?”
"Ceritanya panjang."
"Ah, kok, jawabannya selalu ceritanya panjang
terus."
"Lha, kamu yang mulai, he he he."
"Mas Fahri masih sama dulu nggak berubah."
"Ayo kita cari makan!”
•••
Fahri mengajak Misbah shalat lsya' di Edinburgh Central Mosque, lalu makan di The Mosque Kitchen yang ada di samping Masjid.
Fahri dan Paman Hulusi hanya memesan teh panas. Sementara, Misbah memesan nasi
biryani, lengkap dengan daging domba yang disiram kuah kari, khas Pakistan.
Tampaknya Misbah benar-benar kelaparan. Nasi biryani yang menggunung itu ia
babat sampai habis dalam waktu tidak lama. Setelah itu, ia teguk teh panasnya.
Kening Misbah tampak berkeringat meskipun udara terasa dingin.
"Jadi ini tahun ketiga, mau masuk tahun ke empat kau
kuliah di Bangor University?" tanya Fahri.
"Benar, mas. Dan terpaksa, saya kayaknya akan pulang
tanpa membawa gelar Ph.D Ekonomi Islam dari UK. Mau bagaimana lagi? Saya ini
diktiers, mas," jawab Misbab setelah ia menyeruput teh panasnya.
"Diktiers itu apa?"
"Orang-orang Indonesia yang bisa kuliah ke Iuar
negeri atas biaya Dikti. Teman-teman menyebutnya Diktiers. Sudah terkenal-Iah
di kalangan mahasiswa Indonesia di luar negeri babwa penerima beasiswa Dikti
itu nasibnya untung tidak untung."
(Bersambung)
1 Pulang, terus selamanya?
2 DaK paling atas,.
0 komentar:
Posting Komentar