Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 50

"Sudah sana, duduk di belakang. Saya yang pegang setir. Biar Misbah di depan samping saya."

Paman Hulusi mau tidak mau menuruti perintah majikannya. Fahri mengendarai mobil dengan tenang membuntuti mobil Tuan Taher. Agak kencang Tuan Taher melajukan mobilnya menuju Musselburgh lalu menyusuri kasawan Inveresk. Rumah-rumah yang tampak lebih kuno, namun lebih artistik dan juga lebih gagah dari rumah-rumah Stoneyhill tertata rapi di kawasan itu. Mobil Tuan Taher memasuki halaman rumah berbatu dengan atap runcing segitiga dan cerobong asap persegi empat cukup besar. Rumah itu tampak gagah berdiri dua lantai. Sedikit lebih besar dari rumah Fahri di Stoneyhill. Sebuah mobil sedan merah terparkir di situ.

Fahri terkesiap, dadanya berdesir. Itu adalah sedan Porsche 911 model klasik yang bertahan sejak tahun 1963 sampai sekarang. Yang membuat Fahri berdesir bukan model mobil itu atau warna merah mobil itu. Yang membuatnya berdesir karena mobil itu adalah mobil yang juga dimiliki Aisha saat hidup bersamanya di Freiburg. Aisha suka mobil jenis SUV, tapi khusus Porsche 911 merah, entah kenapa Aisha sangat menyukainya. Setiap kali melihat mobil jenis itu dan warna itu, hati Fahri berdesir. Fahri langsung membayangkan Aisha ada di dekat situ, atau kalau mobil itu sedang berjalan, maka Aisha yang mengendarainya. Terkadang ia meraba-raba dirinya, jangan-jangan ia sudah tidak waras lagi.

"Laa haulaa wa laa quwwata illaa billaah, ..."

Fahri mengajak Misbah dan Paman Hulusi turun. Misbah telah turun, namun Paman Hulusi tidak juga turun. Tuan Taher sudah membuka pintu rumahnya dan mempersilakan masuk. Fahri kembali memanggil Paman Hulusi, namun tidak juga turun. Fahri menengok. Ternyata Paman Hulusi sudah terlelap di kursi belakang. Tampaknya ia didera rasa kantuk luar biasa yang tidak bisa ditahan lagi, karena semalaman tidak tidur. Fahri membiarkan Paman Hulusi tidur.

"Teman satunya ke mana?" tanya Tuan Taher ketika melihat Fahri hanya berdua masuk.

"Dia tertidur di mobil."

"Bangunkan saja. Suruh dia masuk!"

"Tidak usah. Biarkan dia tidur. Dia semalam suntuk tidak tidur. Di rumah nanti juga ada teh."

"Tapi belum tentu ada Scotch Pie dan roti Bridie. Iya, kan? Apalagi yang seenak buatan putri saya dan dijamin halal."

"Kalau begitu nanti boleh dibungkuskan untuk dibawa pulang."

"Ha ha ha, boleh, boleh."

Ruang tamu itu tampak klasik dan tertata sangat artistik. Ada lukisan tangan Taj Mahal yang indah. Sebuah rak penuh buku menjadi pemanis ruangan itu. Di atas bufet tampak berjajar dua foto keluarga. Satu berlatar belakang patung Liberty New York. Dan satunya berlatar belakang kubah hijau Masjid Nabawi Madinah. Tampak Tuan Taher dengan istri dan dua anaknya. Satu anak lelaki yang lebih mirip Pak Taher yang berkulit agak hitam. Sedangkan anak putrinya berkulit putih seperti ibunya yang tampak menguratkan muka kearab-araban. Anak putrinya itu tidak tampak jelas mukanya sebab memakai kaca mata riben besar.


(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 50

0 komentar:

Posting Komentar