Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 72

Begitu juga kali ini, solusi itu paling mudah ada di tangan Fahri. Yaitu Fahri punya mobil untuk mengantarkannya ke Heriot-Watt University. Hujan bukan masalah jika pergi ke sana dengan mobil. Yang mengantar bisa langsung Fahri atau Paman Hulusi. Kalau ia sendiri harus datang ke sana agak repot. Pertama, belum tahu rutenya bagaimana? Naik bus apa? Bisa jadi kehujanan jika menunggu di halte yang agak minim atapnya. Atau ia bisa naik taksi, memanggil taksi, pasti itu menurutnya sebagai mahasiswa yang nyaris sudah tidak punya apa-apa lagi, sangatlah mahal. Itu bukan solusi yang diharapkan.

"Kok hanya tersenyum, mas?"

"Aku senang, caramu berbahasa itu tidak berubah."

"Ah, Mas Fahri bisa saja."

Tiba-tiba Paman Hulusi menyela.

"Tolong kalau kalian berbicara, pakailah bahasa Inggris agar aku mengerti. Atau babasa Turki. Atau bahasa Jerman. Tiga bahasa itu aku mengerti. Jangan bahasa yang lain, jadi patung aku di sini!"

Tentu Paman Hulusi menyela dengan babasa Inggris.

Fahri tersenyum, "Baik, paman. Maafkan kami. Ini terlalu senangnya bertemu kawan lama, jadi pakai babasa Indonesia. Sampai lupa kalau ada paman."

"Hoca,kita mau makan siang apa? Mau saya masakkan apa?"

"Kita keluar saja, paman. Sekalian mengantar Misbah menemui profesornya di Heriot-Watt University."

"Baik, Hoca."

"Matur nuwun, mas."

"Bahasa apalagi itu?" gumam Paman Hulusi.

Fahri dan Misbah tertawa. "Itu artinya tesekkur, paman."

"Ok."

"Kita siap-siap dan langsung berangkat, paman."

"Baik, Hoca. "

"Bah, itu garapan tesismu yang akan kau setor ke supervisormu sudah kau print?"

"Belum, mas. Lupa."

"Di-print dulu saja."

"Iya, mas. Sekalian akan saya kirim soft file-nya ke email Prof, Adeib."

Di luar hujan masih turun dengan ajegnya. Tak hanya Stoneyhill Grove, hujan juga menghampiri semua kawasan Musselburgh. Musim dingin belum benar-benar pergi sepenuhnya. Sisa-sisanya masih terasa.

•••

Mobil itu melaju pelan menembus hujan meninggalkan Stoneyhill Grove. Beberapa jurus kemudian mobil itu melewati halte bus Clayknowes. Halte itu sepi. Tak ada bus yang parkir menunggu penumpang. Juga tak ada yang tampak datang. Mungkin bus telah pergi beherapa menit yang lalu dan para penumpang telah meninggalkan halte. Hanya satu orang tua tampak duduk sendirian di halte itu berlindung dari terpaan hujan. Fahri terkesiap. Itu Nenek Catarina.

"Paman, tolong hampiri Nenek Catarina itu!" pinta Fahri.

"Baik, Hoca."

Paman Hulusi membawa mobil itu sedikit maju lalu putar balik menghampiri halte di mana Nenek Catarina duduk seorang diri. Fahri mengambil payung dan keluar dari mobil menghampiri Nenek Catarina.


(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 72

0 komentar:

Posting Komentar