Aduhai di manakah pakar-pakar fikih, ulama pemimpin umat
yang bisa lapang dada seperti Abdullah bin Mas'ud sekarang ini?
Kedua mata Fahri berkaca-kaca. Betapa besar jiwa Abdullah
bin Mas'ud ra.. Ia tahu persis dalilnya. Ia tahu persis Rasulullah. Abu Bakar
dan Umar shalat dua rakaat di Mina. Namun ketika Utsman yang jadi imam saat itu
shalat dengan menyempurnakan empat rakaat ia tetap ikut sang imam. Perselisihan
dan perpecahan tidak boleh terjadi. Persatuan harus dijaga.
Bisa saja Ibnu Mas'ud adu dalil dengan Ustman. Dan
kemungkinan besar dia menang secara dalil. Tetapi saat itu imamnya adalah
Utsman bin Affan ra. Salah satu dari khulafaur rasyidin yang harus dihormati,
yang kebersihan jiwanya dalam memperjuangkan Islam tidak diragukan. Dan jika
Ibnu Mas'ud mengedepankan egonya karena menang dalil, ia berarti keluar dari
barisan imam. Dan itu akan memprovokasi yang lain juga keluar dari barisan
imam. Umat akan terbelah dalam dua kubu. Dan perpecahan otomatis tercipta. Dan
Abdullah bin Mas'ud ra, tidak mau itu terjadi. Ia lebih memilih tidak memakai
dalil yang sangat kuat dalam keyakinannya demi persatuan umat.
Persatuan umat adalah maslahat besar yang barus dijaga
seluruh individu umat. Itulah pemahaman generasi terbaik umat ini. Mereka telah
menorehkan keteladanan dengan tinta emas bagaimana menyikapi perbedaan yang
akan menyebabkan retaknya persatuan. Mereka sangat memahami fiqhul maqashid,
bukan sekedar faham dalil ini kuat dan itu tidak kuat.
Lirih Fahri berdoa, "Allahumma wahhid shufufa ummati
habibika Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Allabumma allif baina
qulubihin wahdihim subulassalam ... Amin."1
Pagi itu, meski udara masih terasa dingin, matahari
bersinar lebih cerah dari hari-hari sebelumnya. Suasana kampus tampak sedikit
lebih hangat. Rerumputan dan pepohonan seperti bernyanyi bergoyang-goyang
diterpa semilir angin pagi. Mereka seperti bergembira musim semi telah
menjelang. Tunas-tunas baru mulai tumbuh.
Fahri bangkit dari duduknya, tiba-tiba ia ingin membaca
salah satu kitab penyucian jiwa yang ada di ruangan itu. Ia mengambil kitab
Sirrul Asrar yang ditulis Syaikh Abdul Qadir Al Jilani. Meskipun ia telah
mengkhatamkan beberapa kali kitab itu, tetapi ia seperti tidak pernah bosan
mendengar nasehat sangat berharga Syaikh Abdul Qadir Al Jilani dalam salah satu
karyanya itu. Ia lebih menikmati membaca nasehat Syaikh Abdul Qadir Al Jilani
ketimbang sekedar membaca manaqibnya.
Fahri mulai membaca kitab Sirrul Asrar itu. Kata demi
kata ia baca dengan seksama. Syaikh Abdul Qadir Al Jilani seperti masih hidup
dan memberikan wejangan kepadanya.
1 Ya Allah satukan barisan ummt kekasihMu
Muhammad saw. Ya Allah lunakkan hati-hati mereka dan tunjukkanlah mereka
jalan-jalan keselamatan. Amin
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar