"Ada apa Hoca?" ujar Paman Hulusi sambil mengucek
kedua matanya.
"Ambil selimut yang tidak dipakai dan bantu saya
menolong tetangga kita yang terkapar di depan. Cepat paman. Hujan mau turun
lagi."
Dengan sigap Paman Hulusi bangkit, dengan agak terpincang
ia berjalan ke kamar sebelah mengambil selimut lalu mengejar Fahri yang telah
Iebih duluan keluar. Fahri telah berada di halaman, berdiri di dekat Brenda.
Paman Hulusi mendekat.
"Astaghfirullah,
kenapa bisa terkapar di sini?" heran Paman Hulusi. "Dasar orang
mabuk!"
"Jangan mengumpa t, kayak paman tidak pernah mabuk
saja!"
"Ah, jadi malu. Itu masa jahiliyah saya, Hoca.
Semoga tidak pernah kembali lagi."
"Ayo, paman, bantu angkat dia. Kita letakkan di teras
rumahnya supaya kalau hujan tidak kehujanan."
Paman Hulusi meletakkan selimut di beranda rumah Brenda
terlebih dulu, lalu membantu Fahri mengangkat Brenda. Fahri memegang kedua
lengannya dan Paman Hulusi memegang dua kakinya. Mereka menggotong Brenda ke
beranda. Fahri lalu menutupi tubuh Brenda dengan selimut.
"Kenapa tidak dimasukkan ke dalam rumahnya sekalian,
Hoca?"
"Kita jangan masuk rumah orang tanpa izin. Ini batas
yang bisa kita lakukan. Bisa saja kita cari kunci rumahnya di sakunya atau di
dompetnya, tapi saya tidak mau lakukan itu. Cukup bahwa tetangga kita ini tidak
terlalu kedinginan dan tidak kehujanan ketika hujan turun. Sehingga ia tidak
jauh sakit."
Paman Hulusi mengangguk.
"Itu dompetnya ketinggalan.”
“Tolong, paman ambil dan letakkan di dekatnya."
“Iya, Hoca."
Fahri melangkah kembali ke rumah. Paman Hulusi menyusul. Fahri
mematikan Iampu ruang kerjanya, lalu memasuki kamar tidurnya dan merebahkan
badannya menyusup di bawah selimut wool. Sambil membaca doa, Fahri melirik jam
dinding. Angkanya menunjukkan 02.15 dini hari. Fahri memejamkan kedua matanya.
Ketika ia akan terlelap, ia terbangun begitu mendengar suara biola digesek. Bukan
suara biolanya yang membuat zat kimiawi otaknya membangunkan kesadarannya, tapi
alunan nadanya itu yang menggerakkan. Itu nada yang sering dimainkan Aisha,
bahkan Aisha mengajarinya nada itu. Itu adalah nada yang diaransemen oleh Tchaikovsky.
Nada-nada sedih Meditation yang
sangat terkenal.
Bayangan-bayangan Aisha kembali hadir. Itu akan membuatnya
tidak bisa tidur hingga Shubuh. Dan ia harus mengembalikan kesegaran badannya
yang sudah ia peras habis-habisan. Alunan biola itu semakin menyayat. Fahri
mengambil smartphone-nya dan
menyalakan murattal. Ia mencoba berkonsentrasi
pada bacaan indah Syaikh Abdurrahman Sudais, hingga akhirnya ia terlelap.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar