Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 18



"Ada apa Hoca?" ujar Paman Hulusi sambil mengucek kedua matanya.

"Ambil selimut yang tidak dipakai dan bantu saya menolong tetangga kita yang terkapar di depan. Cepat paman. Hujan mau turun lagi."

Dengan sigap Paman Hulusi bangkit, dengan agak terpincang ia berjalan ke kamar sebelah mengambil selimut lalu mengejar Fahri yang telah Iebih duluan keluar. Fahri telah berada di halaman, berdiri di dekat Brenda. Paman Hulusi mendekat.

"Astaghfirullah, kenapa bisa terkapar di sini?" heran Paman Hulusi. "Dasar orang mabuk!"

"Jangan mengumpa t, kayak paman tidak pernah mabuk saja!"

"Ah, jadi malu. Itu masa jahiliyah saya, Hoca. Semoga tidak pernah kembali lagi."

"Ayo, paman, bantu angkat dia. Kita letakkan di teras rumahnya supaya kalau hujan tidak kehujanan."

Paman Hulusi meletakkan selimut di beranda rumah Brenda terlebih dulu, lalu membantu Fahri mengangkat Brenda. Fahri memegang kedua lengannya dan Paman Hulusi memegang dua kakinya. Mereka menggotong Brenda ke beranda. Fahri lalu menutupi tubuh Brenda dengan selimut.

"Kenapa tidak dimasukkan ke dalam rumahnya sekalian, Hoca?"

"Kita jangan masuk rumah orang tanpa izin. Ini batas yang bisa kita lakukan. Bisa saja kita cari kunci rumahnya di sakunya atau di dompetnya, tapi saya tidak mau lakukan itu. Cukup bahwa tetangga kita ini tidak terlalu kedinginan dan tidak kehujanan ketika hujan turun. Sehingga ia tidak jauh sakit."

Paman Hulusi mengangguk.

"Itu dompetnya ketinggalan.”

“Tolong, paman ambil dan letakkan di dekatnya."

“Iya, Hoca."

Fahri melangkah kembali ke rumah. Paman Hulusi menyusul. Fahri mematikan Iampu ruang kerjanya, lalu memasuki kamar tidurnya dan merebahkan badannya menyusup di bawah selimut wool. Sambil membaca doa, Fahri melirik jam dinding. Angkanya menunjukkan 02.15 dini hari. Fahri memejamkan kedua matanya. Ketika ia akan terlelap, ia terbangun begitu mendengar suara biola digesek. Bukan suara biolanya yang membuat zat kimiawi otaknya membangunkan kesadarannya, tapi alunan nadanya itu yang menggerakkan. Itu nada yang sering dimainkan Aisha, bahkan Aisha mengajarinya nada itu. Itu adalah nada yang diaransemen oleh Tchaikovsky. Nada-nada sedih Meditation yang sangat terkenal.

Bayangan-bayangan Aisha kembali hadir. Itu akan membuatnya tidak bisa tidur hingga Shubuh. Dan ia harus mengembalikan kesegaran badannya yang sudah ia peras habis-habisan. Alunan biola itu semakin menyayat. Fahri mengambil smartphone-nya dan menyalakan murattal. Ia mencoba berkonsentrasi pada bacaan indah Syaikh Abdurrahman Sudais, hingga akhirnya ia terlelap.


(Bersambung)


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 18

0 komentar:

Posting Komentar