Mobil itu melaju menapaki North Bridge yang melintas di
atas stasiun Waverley. Di sebelah kiri, panorama indah gedung-gedung kuno dan
Edinburgh Castle menghampar, di sebelah kanan tampak Palace of Holyroodhouse.
Dan di badapannya, tepat di kiri jalan, tampak berdiri megah salah satu hotel
yang menjadi ikon Kota Edinburgh, The Balmoral Hotel.
Fahri memandang ke depan sebelah kiri. Resto Pep &
Fodder; Ialu Harlow Rhodes, dan mobil terus melaju. Tiba-tiba pandangan Fahri
menangkap seorang gadis bule yang sepertinya ia kenal.
"Paman menepi, bukankah itu tetangga kita?"
"Yang mana?"
"Gadis bersweeter merah jambu itu? Yang berdiri
menenteng tas biola itu?"
"Benar. Itu Keira, tetangga samping rumah
kita."
"Tampaknya ia terjebak hujan, mungkin tidak bawa
payung. Dan halte agak jauh dari tempat ia berdiri."
"Itu kan restoran kenapa dia tidak masuk saja ke
dalam restoran?"
"Tak tahu, tolong menepi dan tawari dia tumpangan
kalau dia memang mau pulang, Paman."
“Baik, Hoca.”
Mobil Itu parkir di depan restoran Elliot's. Tepat di
depan gadis bersweeter merah jambu berdiri yang berlindung dari hujan. Paman
Hulusi mengambil payung lipat di bawah bangku kedua. Ia menyiapkan payung dan
segera membukanya ketika pinlu mobil terbuka. Sedikit kena bujan, tapi Paman
Hulusi berhasil berjalan dengan memakai payung mendekati gadis itu. Fahri
melihat dari mobil. Awalnya gadis itu ragu. Tapi Paman Hulusi berhasil
meyakinkan gadis itu sehingga ia akhirnya mau ikut menumpang. Paman Hulusi memayungi
gadis itu menuju mobil. Gadis itu pun masuk ke dalam mobil dan duduk di bangku
kedua.
"Hai Keira, apa kabar? Namamu Keira kan?" sapa
Fahri.
"Baik. Ya saya Keira." "Kami tetangga
samping rumahmu."
"Ya, saya tahu. Terima kasih tumpangannya."
Fahri menunggu Keira balik bertanya siapa namanya,
temyata diam saja.
"Saya Fahri.”
"Terima kasih. “
Fahri melirik tas yang membungkus biola. Ia tahu itu
biola, sebab Aisha pernah mengajaknya membeli biola untuk kawan Iamanya.
Banderol harga masih menempel pada tas itu.
"Biola baru,ya?" tanya Fahri mencoba
menghangatkan suasana.
"Maaf, bukan urusan Anda."
Fahri kaget mendengar jawaban Keira yang ketus itu. Paman
Hulusi pun sedikit kaget.
"Maaf kalau pertanyaan itu membuat Anda tidak
berkenan."
"Sudahlah. "
Fahri merasakan cara berinteraksi Keira begitu dingin.
Tidak seperti Miss Rachel yang ia kenal, Prof Charlotte, Doktor Kim, dan
lainnya yang terasa hangat. Maka Fahri kemudian diam saja dan menjaga diri dari
terlalu banyak tanya, apalagi sok akrab. Demikian juga Paman Hulusi. Keira pun
diam memandang ke kiri. Mobil itu melaju ke timur, ke arah Musselburgh.
Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang dipecah oleh suara halus mesin mobil
yang mengiringi.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar