Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 108

Sangat tegas anak tirinya itu berbicara kepadanya. Tiba-tiba ia membenci anak tirinya itu jadi tentara Israel. Apakah itu hasil didikan yang didapat anak tirinya di Israel? Kasih sayang pada orang tua yang pernah merawatnya hilang sama sekali tanpa bekas. Masih terbayang jelas wajah dingin anak tirinya itu ketika berbicara kepadanya,

"Surat legal kepemilikan itu ada ditanganku. Kau kemasi barangmu pergi dan silakan kau pilih panti jompo yang kau sukai. Atau aku keluarkan dengan paksa dari rumah ini dan kumasukkan ke panti jompo terdekat. Tenggat waktunya satu minggu!"

Tegas, menekan, mengancam, dan tanpa belas kasihan.

Ia merasa menjadi manusia paling sengsara di atas muka bumi ini. Sebuah tangan memegang pundaknya. Namun pandanganya tetap ke depan. Kosong. Air matanya meleleh.

"Nenek Catarina! Nenek Catarina Ada apa Nek?!"

Fahri mengguncang pundak tetangganya itu. Namun nenek Catarina seperti mati rasa, ia seperti tidak mendengar suara Fahri dan tidak merasakan kehadiran Fahri sama sekali. Fahri khawatir melihat keadaan nenek Catarina itu. Fahri duduk di kursi yang ada di depan nenek Catarina. Fahri mengusap air mata nenek Catarina yang meleleh dengan sapu tangan lalu memegang kepala nenek Catarina dengan kedua tangannya. Dengan penuh kasih sayang seumpama memegang kepala ibundanya sendiri dengan penuh cinta, "Nenek Catarina ini Fahri, Nek! Ini Fahri Nek!"

Barulah nenek Catarina tersedar dan tergagap. Fahri memandangi kedua mata nenek Catarina. Nenek itu memandangi wajah Fahri sesaat, lalu memeluk Fahri dengan erat dan menangis. Nenek Catarina menangis tersedu-sedu di bahu Fahri.

"Ada apa Nek? Apa yang bisa Fahri bantu? Kenapa nenek terlihat sangat sedih?"

Nenek Catarina masih belum menjawab. Ia masih menangis dan tidak melepaskan pelukannya pada Fahri. Dengan penuh belas kasih Fahri membiarkan nenek tua tetangganya itu menumpahkan segala sedihnya. Ia merasakan nenek Catarina pasti sangat kesepian. Nenek itu perlu teman bicara dan menumpahkan isi hatinya. Namun ia tidak tahu pasti apa yang membuat nenek Catarina itu sedemikian sedih.

Paman Hulusi dan Misbah melihat kejadian itu dari mobil. Paman Hulusi merasa pasti majikannya akan lama menemani nenek itu. Maka Paman Hulusi memundurkan mobilnya yang sebenarnya sudah berada di depan beranda rumah nenek Catarina.

Paman Hulusi membawa mobil itu kembali ke halaman rumah Fahri.

Sementara itu, dari jendela rumahnya Brenda menyaksikan semua itu dengan penuh takjub dan penasaran. Ia terus mengamati dan ingin tahu apa selanjutnya yang akan terjadi. Apa yang akan dilakukan oleh tetangganya yang muslim itu.

Fahri membiarkan nenek Catarina mengeluarkan semua tangisnya. Sepuluh menit kemudian nenek Catarina melepaskan pelukannya. Ia menyeka mukanya yang keriput dengan tangan kanannya. Fahri memberikan sapu tangannya. Nenek Catarina menerima lalu mengelap muka dan bagian matanya yang basah oleh air mata dengan sapu tangan.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 108

0 komentar:

Posting Komentar