Ayat-ayat CInta 2 - Bagian 95

Fahri mendengarkan dengan seksama penjelasan Misbah. Setelah Misbah berhenti bicara. Fahri menjawab,

"Kalau pun misalnya pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad bin Hasan kuat dalilnya. Saya memilih hati-hati Bah. Saya tidak akan melakukan al 'aqd al fasid meskipun dengan non-muslim dan di negara non-muslim yang menurut undang-undang mereka legal. Saya tidak akan menjual minuman keras kepada mereka. Lebih baik hati-hati."

"Kita harus memperjelas masalah ini. Ada perbedaan antara sikap hati-hati atau wirai dengan bukum fiqh. Sebab ini terkait muamalah yang memiliki dimensi sosial yang luas. Apalagi kita memiliki banyak saudara seiman yang kini hidup di negara-negara non-muslim. Mereka bahkan menjadi minoritas. Dan tidak semua diantara mereka seberuntung Mas Fahri yang punya usaha sendiri dan bisa menentukan kebijakan. Ada diantara mereka yang terpaksa harus kerja di restoran milik non-muslim yang jualan wine, khamr. Mereka melakukan hal itu karena terpaksa."

"Kalau terpaksa lain soal, Bah."

"Bukan sesederhana itu Mas. Bagaimana kalau mereka melihat peluang besar jualan daging babi misalnya bukan untuk muslim tapi untuk non-muslim? Itu untuk dipasok ke resto-resto non-muslim. Yang mengkonsumsi ya non-muslim. Keuntungannya besar. Kalau keuntungan itu tidak diambil, maka akan direbut non-muslim yang mungkin sebagian dananya akan dikirim untuk membiayai misionaris di seluruh dunia. Bagaimana?"

Fahri diam.

"Masih banyak bisnis yang bisa dilakukan selain jualan daging babi atau jualan minuman keras Bah."

"Saya tahu itu Mas. Dan saya juga tidak akan melakukan bisnis itu. Tapi ini adalah wacana fiqh yang perlu serius kita kaji. Intinya begini, hati-hati dan wirai itu sangat baik. Tapi kita meski ingat juga perkataan Imam Suyuthi misalnya, dia mengatakan, "Perbuatan yang masih diperselisihkan tidak boleh diingkari. Yang boleh diingkari adalah perbuatan yang telah disepakati keharamannya!" Seluruh ulama sepakat mengkonsumsi minuman keras bagi muslim itu haram. Maka kita mengingkari perbuatan orang yang mengkonsumsi minuman keras. Ulama sepakat menjual minuman keras kepada orang Islam tidak boleh alias haram. Demikian juga berjualan minuman keras di negara yang mayoritas penduduknya memeluk tidak boleh. Dasarnya jelas, hadits Imam Ahmad itu. Namun ulama masih berselisih tentang menjual minuman keras di negara non-muslim kepada non-muslim. Banyak ulama tetap mengharamkan. Namun Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad bin Hasan membolehkan dengan batasan di atas tadi. Jika ada saudara kita membuka toko minuman keras di Edinburgh yang memang untuk warga Edinburgh yang non-muslim, kita tidak boleh serta merta mengingkarinya dan menghukuminya fasik misalnya. Bisa jadi dalam bisnisnya itu ia memakai pendapat Imam Abu Hanifah."

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat CInta 2 - Bagian 95

0 komentar:

Posting Komentar