Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 129

Fahri menyeka air matanya dan diam. Pandangannya menerawang menerobos jendela. Ia melihat bunga Sakura merah muda yang bermekaran di depan rumah Brenda. Bunga Sakura itu bergoyang-goyang diterpa hembusan angin. Beberapa kelopak bunganya lepas dan melayang dibawa angin, lalu jatuh ke tanah.

"Bunga sakura itu indah sekali Paman." Gumam Fahri.

Paman Hulusi jadi mengangkat mukanya dan memandang ke arah Fahri memandang. Ia ikut menikmati indahnya Sakura.

"Iya indah sekali."

"Tapi aku tak ingin cinta dan kasih sayangku kepada Aisha seperti bunga Sakura."

"Kenapa Hoca? Bunga Sakura itu indah sekali, setiap kali merekah membuat dunia sekitarnya berubah jadi indah juga. Ia seperti bunga yang diturunkan dari surga."

"Ah Paman hanya melihat zahir yang menipu. Paman tidak melihat hakekat yang lebih penting untuk dihayati."

"Apa itu Hoca."

"Bunga Sakura itu indah, ya sangat indah, tapi sayang umurnya sangat sebentar. Sangat singkat. Bahkan ia tidak merekah sepanjang musim semi. Mungkin hanya merekah di sepertiga musim semi. Indah sesaat tapi tak memberikan manfaat yang besar untuk manusia. Bahkan orang-orang yang sedih yang menghibur diri dengan memandangnya harus kecewa, ketika dukanya belum hilang bunga Sakura itu telah gugur lalu dan musnah dari pandangan. Indah yang cuma sesaat. Aku tak mau cinta yang seperti itu."

"Terus cinta Hoca seperti bunga apa? Bunga mawar?"

"Tidak. Saya tidak ingin cinta yang berduri."

"Lalu bunga apa? Dan filosofinya bagaimana?"

"Aku ingin cintaku kepada Aisha seperti bunga-bunga makrifat di hari para shalihin, di para nabi. Bunga-bunga makrifat yang tumbuh dari kalimat-kalimat thayyibah yang akarnya menghunjam ke bumi dan buahnya rimbun di langit. Bunga-bunga makrifat itu tidak pernah layu, selalu mekar sepanjang musim. Bunga-bunga makrifat itu begitu indah, keindahannya hanya bisa ditangkap oleh mata batin para pecinta sejati. Bunga-bunga makrifat itu menguapkan aroma keharuman yang menyegarkan ruh, menyegarkan pikiran, jiwa dan raga. Aku ingin cintaku kepada Aisha seperti itu Paman."

Paman Hulusi memejamkan mata. Dari sudut kedua matanya, ada air mata yang merembes.

"Sungguh beruntung Aisha Hanem. Kalau dia masih hidup, dia harus tahu itu. Apakah Hoca pernah menyampaikan hal itu kepada Aisha?"

"Aku lupa, apakah pernah menyampaikan kepadanya apa tidak. Aku terlalu menikmati mencintainya karena Allah. Semoga saja dia merasakan seperti itulah cintaku kepadanya."

"Sekarang aku sedikit bisa memahami keanehan-keanehan yang Hoca lakukan selama ini. Mungkin mata batinku masih kusam sebingga belum bisa menangkap lebih dalam keindahan cinta yang menebar manfaat itu."


(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 129

0 komentar:

Posting Komentar