Ayat-ayat CInta 2 - Bagian 228

Untuk nasi goreng Fahri merasa bumbunya cukup pas, hanya sedikit kurang pedas. Sedangkan daging sapi gorengnya nyaris tanpa bumbu. Hanya rasa asin yang terasa. Tetapi itu menurutnya sudah sangat istimewa. Dari mana Sabina bisa tahu cara membuat nasi goreng yang lumayan enak itu? Juga cara menggoreng kerupuk udang? Bagi orang Indonesia itu mudah, tapi bagi orang di luar Indonesia yang tidak terbiasa tentu tidak mudah. Perlu latihan dan pembiasaan sekian lama.

Fahri menikmati nasi goreng itu dengan sedikit penasaran.

Sementara Misbah dan Paman Hulusi makan dengan lapan dan penuh semangat. Di dapur Sabina tampak sedang menyiapkan teh panas. Sejurus kemudian Sabina sudan siap membawa nampan berisi tiga cangkir berisi teh panas yang uapnya masih mengepul. Dengan halus perempuan bermuka buruk itu meletakkan teh itu di meja yang ada di hadapan Fahri, Misbah dan Paman Hulusi. Ketika Sabina hendak kembali ke dapur, Fahri menahannya,

"Sebentar Sabina, sarapan yang kau hidangkan pagi ini istimewa. Kau membuat nasi goreng sea food. Bumbunya boleh dikatakan pas."

"Alhamdulillah kalau bumbunya pas." Jawab Sabina sambil menundukkan kepala.

"Dari mana kau belajar membuat nasi goreng khas Indonesia ini?"

"Dari Misbah."

Mendengar namanya disebut, Misbah langsung mendongakkan kepalanya.

"Bener Bah, kau mengajari Sabina membuat nasi goreng?"

"Saya hanya memberitahu bumbunya dan cara membuatnya. Begitu saja dengan sekilas. Tidak mengajarinya dengan praktik. Berarti Sabina ini sangat berbakat memasak." Jelas Misbah.

Fahri mengangguk.

"Kalau begitu, jika nanti Sabina sudah mendapatkan legalitas keberadaannya di sini, kita bisa membuat restaurant baru yang khusus dan khas masakan Indonesia dan Malaysia. Jika Cuma dijelaskan bumbunya dan cara membuatnya dengan sekilas saja bisa membuat makanan yang nyaris sama dengan orang Indonesia, pasti menu yang lain juga akan sama mudahnya."

"Bener sekali, Sabina sangat berbakat. Jujur saya sebenarnya agak kaget Sabina bisa membuat nasi goreng nyaris sempurna rasanya. Sangat lezat."

"Terima kasih atas pujiannya." Lirih Sabina.

"Sabina silakan kau nikmati sarapanmu juga."

"Iya Tuan."

Sabina melangkah ke dapur.

Baru tiga langkah Paman Hulusi gantian memanggilnya,

"Sabina.""

"Iya." Sabina membalikkan badan.

"Selesai sarapan aku harap kau kemari. Aku ingin bicara padamu, biar semuanya jelas dan disaksikan oleh Hoca Fahri dan Misbah."

Muka Sabina seketika berubah agak pucat. Hanya saja guratan buruk itu membuat perubahan itu tidak kentara. Jantung Sabina berdegup kencang. Tubuhnya gemetar. Sabina berusaha menguasai dirinya.

"Iya Paman."

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat CInta 2 - Bagian 228

1 komentar: