Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 232

"Kau pasti tahu Sabina, Paman Hulusi sangat kecewa. Sebenarnya aku juga kecewa. Tapi dalam hal ini tidak ada paksaan. Dalam beragama saja tidak ada paksaan apalagi dalam pernikahan. Kau boleh bersikap dengan sangat merdeka. Kalau kau bisa merubah pendirianmu dan bisa menerima Paman Hulusi aku akan sangat lega. Adapun sumpah itu bisa kau bayar dengan kafarat. "

"Maafkan saya telah mengecewakan semuanya. Tapi saya tidak bisa mengubah pendirian saya. Maafkan saya."

"Silakan kau tinggalkan tempat ini dan kembali ke kamarmu!" Ucap Fahri sambil memejamkan mata.

"Iya Hoca. Sekali lagi maafkan saya."

Sabina beranjak pergi menuju kamarnya di basement. Sampai di kamarnya, Sabina mengunci pintu kamarnya lalu menyungsepkan wajahnya ke bantalnya. Perempuan berwajah buruk itu menangis terisak-isak. Entah kenapa, semua kata-kata Fahri membuat hatinya terasa perih, sakit dan kecewa. Ia tidak bisa menjelaskan kepada siapapun kenapa itu sangat menyakitinya. Dan lebih sakit lagi, Fahri sama sekali tidak tahu bahwa itu sangat menyakiti hatinya. Lebih dalam lagi sakitnya adalah ketika ia merasa bahwa sesungguhnya Fahri tidak berdosa sama sekali, ia sendiri yang menyebabkan hatinya sakit.

Semua rasa sakit itu muncul begitu saja ketika gelora kemurnian cinta tidak mendapatkan wadah untuk menjelaskannya. Gelora itu menyesak dan hampir-hampir meledakkan jiwanya. Tidak ada yang salah, dia sendiri yang salah. Dan ia sangat mengetahui hal itu. Dan itulah yang membuatnya semakin merasa sakit dan perih.

•••

Sudah tiga hari Sabina pergi.

Perempuan itu hanya meninggalkan sepucuk surat untuk Fahri, bahwa kepergiannya adalah yang terbaik untuk semuanya. Dan ia minta agar tidak dicari. Paman Hulusi seperti menyukai Sabina pergi. Sejak lamarannya ditolak lelaki setengah baya itu memang bersikap ketus kepada Sabina. Fahri beberapa kali mengingatkan agar Paman Hulusi berlapang dada. Tetapi harga diri Paman Hulusi seperti tercabik-cabik oleh penolakan itu.

Dalam surat itu Sabina mengucapkan terima kasih kepada Fahri dan Paman Hulusi sekaligus meminta maaf alas segala khilaf. Sabina secara khusus mengatakan bahwa ia sama sekali tidak bermaksud merendahkan Paman Hulusi.

Awalnya Fahri merasa kepergian Sabina bukanlah sebuah masalah. Ia merasa kalau memang itu jalan yang dipilih Sabina mau apa lagi. Sabina memiliki kebebasan penuh memilih jalan hidupnya. Yang penting ia telah berusaha menolong muslimah itu sebaik yang ia mampu. Termasuk mengusahakan agar muslimah bernama Sabina itu mendapatkan legalitas atas keberadaannya di kota Edinburgh itu. Semua proses telah dijalani, tinggal ambil sidik jari dan sedikit wawancara ternyata perempuan itu kedua tangannya terbakar. Dan sekarang sudah sembuh, ternyata ia malah pergi.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 232

1 komentar: