Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 168

Meskipun suara gesekan biola itu tidak beraturan namun tetap membuat orang-orang memperhatikan dengan seksama. Tidak sedikit yang berhenti dan membaca banner serta kotak-kotak yang ada di atas karpet. Satu dua melempar uang pada kotak sesuai agama dan keyakinan yang dianutnya. Misbah memperhatikan dengan seksama kotak "Christian" dan "Catholic" mulai lumayan terisi. Misbah tidak mau kotak "Islam" kalah maka ia keluarkan lima puluh pounsterling dan melemparkannya ke kotak itu.

Paman Hulusi terus menggesek biola itu sekenanya. Sabina menyaksikan itu semua air mata meleleh. Seorang turis perempuan berwajah Asia Selatan mendekati Paman Hulusi dan dengan halus menawarkan agar dirinya saja yang memainkan biola. Turis itu menjelaskan ia lebih baik dari apa yang dimainkan Paman Hulusi yang asal-asalan menggesek.

"Saya tahu biola yang Anda pegang itu bukan sembarang biola. Itu Pierre et Hippotyte Silvertre buatan Lyon tahun 1844. Tapi karena jari dan tangan Anda tidakp iawai memainkan maka kehebatan biola itu tidak terasa. Saya rasanya bisa lebih baik dari Anda, kalau Anda mengijinkan."

Paman Hulusi menghentikan gesekan biolanya. Ia terdiam. Keringat dingin keluar dari punggungnya. Sebenarnya ia ingin memberikan biola itu pada perempuan yang memintanya itu, tapi mengingat itu biola kesayangan majikannya ia jadi ragu. Beberapa suara sumbang meminta agar Paman Hulusi memberika biolanya kepada perempuan itu. Misbah dan Sabina melihat kejadian itu dengan seksama, namun mereka berdua diam di tempat mereka berdiri. Pada saat yang kritis bagi Paman Hulusi itu, Fahri datang dan langsung naik ke panggung.

"Maaf, ini biola saya, biar saya memainkannya." Lirih Fahri.

"Oh, bagus sekali jika pemiliknya yang memainkan. Maaf kalau saya lancang." Kata turis itu seraya mundur dan turun dari panggung kecil itu.

Setelah menyerahkan biola pada Fahri, Paman Hulusi turun dengan teratur, Fahri masih menata nafasnya. Untuk mengusir demam panggungnya dalam memainkan biola Fahri memberikan pidato singkat kenapa ia menggelar pertunjukan sore ini.

"Kita boleh berbeda. Berbeda tempat lahir kita. Berbeda ayah dan ibu kita. Berbeda negara dan kebangsaan kita. Berbeda pro£esi dan pekerjaan kita. Berbeda afiliasi politik kita. Berbeda ras dan agama kita. Berbeda selera makan dan minum kita. Tetapi kita sesungguhnya memiliki nurani yang sama, yaitu nurani kemanusiaan. Nurani kemanusiaan inilah yang tidak boleh lepas dari diri kita, siapa pun kita. Kita semua tidak rela ada anak-anak tidak berdosa yang tidak berdaya dinistakan oleh tangan-tangan jahat seperti yang terjadi pada anak-anak Palestina. Pertunjukan yang sepenuhnya didedikasikan untuk amal sosial buat anak-anak Palestina ini untuk membuktikan kepada sejarah bahwa kita di kota ini masih bernama manusia. Terima kasih atas kedermawanan kalian menyisihkan sebagian rizki yang dikasihkan Tuhan untuk anak-anak Palestina. Selamat menikmati pertunjukan ini. Saya buka dengan Viva La Vida."

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 168

0 komentar:

Posting Komentar