Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 174

"Jujur kalau saya kelasnya beraninya ya di jalanan. Saya tidak mungkin berani tampil di gedung pertunjukan serius. Lebih tepat yang jawab Madam Varenka dan Keira. Juga Hulya kalau masih akan lama di sini. Mereka bertiga yang layak tampil di pertunjukan bergengsi itu." Jawab Fahri.

"Saya setuju sekali. Syaratnya iklannya harus serius dan maksimal." Sahut Nyonya Suzan.

"Pasti, kita garap secara profesional. Madam Varenka bagaimana?" Tukas Heba.

"Setuju. Tapi sebaiknya jangan dalam waktu dekat. Keira sedang saya siapkan ikut sebuah perlombaan internasional. Sebaiknya setelah perlombaan itu?"

"Setuju. Untuk Keira biar saya yang tangani. Dia urusan saya." Tegas Nyonya Suzan.

"Hulya, bagaimana?" Tanya Heba.

"Kalau Tuan Fahri menginginkan saya ikut tampil, maka saya akan tampil."

"Kenapa tergantung pada saya?"

"Karena saya pasti akan meminjam biola itu lagi. Dan saya tahu itu adalah biola Aisha. Kalau saya tidak diijinkan meminjam biola itu saya lebih baik tidak tampil." Gumam Hulya sambil memandang Fahri sambil tersenyum. Fahri melihat senyum itu sekilas lalu menunduk. Dada Fahri sedikit bergetar. Ia merasa Aisha ada dalam diri Hulya.

"Aisha akan bahagia jika mengetahui biolanya digunakan untuk amal menyumbang anak-anak Palestina." Lirih Fahri.

Di luar restaurant, Sabina berdiri terpaku memandangi turis yang berlalu-lalang. Perempuan berwajah buruk itu ingin sekali bergabung ke dalam restaurant tetapi ia tidak berani untuk melangkahkan kakinya. Ia hanya berdiri sambil mulutnya mengucapkan dzikir, beristighfar sebanyak-banyaknya. Ia berharap dengan istighfar segala beban hidup dan beban sejarah menjadi ringan dan ia bisa menemukan jalan keluar atas kerumitan hidup yang dideranya.

Awan di langit Edinburgh mulai memerah. Matahari menuju detik-detik tenggelam. Lampu-lampu kota mulai menyala. Turis-turis masih asyik bercengkerama di sepanjang jalur Royal Mile. Ada yang tertawa sambil berjalan. Ada yang sedang menawar souvenir. Ada yang sedang asyik berfoto-foto. Ada yang sedang nongkrong di cafe. Bahkan ada yang nekat berciuman di samping Katedral St. Giles.

Sabina melangkahkan kaki dan sedikit melongok ke arah dalam restaurant Bay of Bengal. Fahri, Heba, Keira, Hulya dan lainnya tampak masih berbincang sambil menikmati hidangan.

Sabina menunduk. Air matanya menetes di lantai baru teras restaurant itu. Ia sendiri tidak tahu kenapa air mata menetes begitu saja. Padahal selama ini ia adalah perempuan yang tidak mudah mengeluh dan menangis dalam luka dan penderitaan yang dirasakannya.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 174

0 komentar:

Posting Komentar