Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 169

Pidato singkat itu telah membuat Fahri merasa menguasai panggungnya. Ratusan orang telah berkeliling di sekitar panggung pertunjukan itu. Entah kenapa, Fahri merasa mantab sekali mengucapkan Viva La Vida untuk membuka pertunjukan itu. Padahal ia sesungguhnya tidaklah mahir memainkan biola, ia hanya bisa dua nada saja. Itupun karena dulu dipaksa-paksa berlatih oleh Aisha. Salah satu yang ia kuasai ya Viva La Vida itu. Namun itu sudah berlalu sekian tahun dan ia sama sekali tidak pernah menyentuh biola lagi.

Fahri memejamkan kedua matanya. Ia mengingat malam-malam yang indah itu, ketika Aisha dengan begitu riang memainkan Viva La Vida di Freiburgh di malam ketika salju turun. Fahri mulai menggesekkan biolanya. Nadanya agak sedikit kacau namun dua menit kemudian nada Viva La Vida itu mulai tampak. Para pengunjung mulai menikmati gesekan biola Fahri dan seketika tepuk tangan bergemuruh ketika Paman Hulusi secara histeris mengomando bertepuk tangan.

Nada-nada Viva La Vida itu begitu riang, namun entah kenapa kedua mata Fahri berkaca-kaca meskipun mulutnya berusaha tersenyum. Misbah tampak menikmati permainan biola Fahri itu. Sementara Sabina diam mengamati Fahri dengan seksama. Perempuan berwajah buruk itu lalu melangkah dan mengeluarkan sebuah kantung kain. Ia mengeluarkan semua uang dalam kantung kainnya ke kotak bertuliskan "Islam" untuk disumbangkan kepada anak-anak Palestina. Para turis mulai ramai mengisi keenam kotak lainnya. Misbah mengamati dengan seksama ternyata yang mengisi kotak "Atheist" banyak juga.

Setelah Viva La Vida selesai, Fahri membungkuk ke depan memberikan penghormatan kepada para penonton. Tepuk tangan bergemuruh. Titik pertunjukan di sebelah timur Katerdral St. Giles itu sore itu menjadi tempat paling ramai dan meriah di sepanjang jalur The Royal Mile. Tiga turis sampai menggendong anaknya di pundak mereka agar bisa menyaksikan pertunjukan itu.

"Yang kedua, saya persembahkan Addiinu Lana."

Teput tangan membahana.

"Apa tadi judulnya?" Teriak seorang turis lelaki tua botak berambut tipis pirang.

"Addiinu Lana."

Lelaki itu mengangguk, meskipun tidak tabhu persis apa makna yang diucapkan Fahri. Addiinu Lana adalah nada dipelajari Fahri dari nada gesekan biolanya Idris Sardi, maestro biola dari Indonesia. Aisha sangat senang dengan nada lagu itu, dan ia dulu sering memainkan nada-nada Addiinu Lana berdua dengan Aisha.

Fahri tidak bisa menahan air matanya yang menetes ketika mulai menggesek biolanya. Nada-nada Addiinu Lana itu terasa sedih dan menyayat. Dan di tengah-tengah ia larut dalam nada-nada itu tanpa bisa dibendung ia mendendangkan syair Arabnya. Seketika suasana The Royal Mile seperti dicekam kesedihan mendalam. Para turis yang tidak faham maksud syair Fahri hanya bisa larut dalam kesedihan. Musik bisa menyamakan sebuah perasaan. Orang-orang merasakan kesedihan mendalam seolah dibawa ke alam Palestina yang menyayat.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 169

0 komentar:

Posting Komentar