Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 196

"Tebih bergetar mana memasuki kamar ini, atau kamar hotel San Stefano?" Gumam Aisha sambil tersenyum.

"Sama bergetarnya. Nuansanya beda. Citarasanya beda. Tapi sama-sama membuncahkan cinta."

"Aisha wudhu dulu ya, nanti Aisha akan bacakan puisi khas itu."

Fahri tersenyum. Ia sangat mengerti maksud Aisha. Perempuan blesteran Turki-Palestina-Jerman itu berjalan memasuki kamar mandi. Selesai wudhu wajah Aisha tampak lebih bersinar. Kini gantian Fahri yang mengambil air wudhu. Keluar dari kamar mandi, Fahri mendapati lampu kamar itu telab dimatikan. Yang tersisa adalah lampu tidur yang remang-remang. Aisha duduk di depan meja membelakangi Fahri. Aroma sedap khas parfum Aisha merasuk ke dalam hidung dan jiwa Fahri. Fahri memandangi sosok istrinya dari belakang. Aisha membaca puisinya,

agar dapat melukiskan hasratku, kekasih,
tarim bibirmu seperti bintang di langit kata-katamu,
ciuman dalam malam yang hidup,
dan deras lenganmu memeluk daku
seperti suatu nyala bertanda kemenangan
mimpiku pun berada dalam benderang dan abadi 1

Fahri mendekati Aisha perlahan. Aisha tahu Fahri hanya beberapa senti dari dirinya. Fahri menjawab puisi itu,

Alangkah manis bidadariku ini
bukan main elok pesonanya

Tiba-tiba Aisha memotong,

"Ssst ... ! Jangan kau teruskan, kita belum shalat Dhuhur dan shalat Ashar. Kita shalat dulu jama' ta'khir."

"Iya benar. Setiap kali aku mendengar puisimu itu rasanya aku tidak bisa bersabar,"

"Kau harus bisa bersabar, Sayang. Ayo kita shalat!"

Aisha membalikkan badannya dan Fahri terkejut ketika melihat wajah perempuan yang ada di hadapannya,

"Hulya! Astaghfirullah!"

"Aku ini Aisha, sayang, istri-mu."

"Astaghfirullah, Hulya, kenapa kau bisa di sini? Kenapa bisa begini? Astaghfirullah, ini tidak boleh terjadi. Ini dosa besar Hulya."

"Astaghfirullah suamiku, aku ini istrimu, tidak ada yang salah. Coba kau ingat baik-baik, akulah satu-satunya orang yang tahu puisi spesial itu. Aku, Aisha. Hanya Aisha!"

"Tapi ... "

"Ceritanya panjang, ayo shalat dulu!"

Fahri menatap wajah perempuan di hadapannya, wajah Hulya yang anggun. Tetapi itu adalah Aisha. Hanya Aisha yang tahu puisi sangat spesial itu.

"Ayo shalat dulu, Sayang!"

Lirih perempuan itu.

Fahri terbangun, ketika telpon di kamarnya berdering kencang. Ia angkat,

"Fahri, ini Eqbal!"

"Oh, Paman Eqbal."

"Aku dan Syaikh Utsman menunggumu di lobby. Lima belas menit lagi shubuh. Ayo kita ke masjid jalan kaki bersama."

(Bersambung)

1 Dipetik dari puisi berjudul Kekasih karya Paul Eluard, Penyair Perancis abad ke-19 paling terkemuka dari golongan surealis.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 196

0 komentar:

Posting Komentar