Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 219

Sabina membayangkan ia pernah merasakan hidup normal berlimpah kebahagian, bahkan ketika itu ia merasa menjadi perempuan paling berbahagia di atas muka bumi ini. Tetapi kini ia merasakan keperihan dalam hidupnya. Ia nyaris putus asa, namun ia kuatkan dirinya memang itulah jalan hidup yang harus ia jalani. Ia telah mulai menikmati kelegaan dalam hidup yang dijalaninya itu. Meski sedikit tidak bebas. Namun hidup di rumah Fahri itu ia merasa tenang. Ia bisa beribadah dengan tenang. Ia tidak menginginkan yang lebih dari itu.

Tujuan Fahri dan Paman Hulusi agar dia menikah lagi adalah tujuan mulia. Ia tahu itu. Dan Paman Hulusi melamarnya bukanlah tanpa pengorbanan. Ia tahu bahwa Paman Hulusi pastilah menginginkan perempuan dengan wajah yang baik kalau bisa tentu yang cantik. Dan wajahnya adalah wajah yang dirinya sendiri sesungguhnya juga tidak menyukainya. Kalau sampai Paman Hulusi melamarnya pastilah tujuannya adalah semata-mata demi menyelamatkan dirinya, agar dirinya hidup normal layaknya perempuan pada umumnya.

Seharusnya ia senang dan bahagia. Ia justru merasakan kesedihan dan keperihan luar biasa. Hanya Allah dan dirinya yang tahu kenapa ia menangis, kenapa ia merasakan kesedihan hingga ke relung batin paling dalam.

Sabina kembali terisak-isak. Dalam isaknya perempuan berwajah buruk itu menyebut nama Allah dan beristighfar, memohon ampunan kepada Allah.

•••

Matahari cerah. Langit Edinburgh biru putih. Fahri keluar dari Edinburgh Central Mosque dengan wajah segar bersih. Pakar filologi yang disegani di The University of Edinburgh itu melewati parkiran dan terus berjalan keluar gerbang. Ia menyeberangi jalan dan melangkah menapaki jalan setapak di tengah square. Beberapa restaurant tampak berderet. Di sekitar square itu. Profesor Charlotte telah menunggunya di sebuah restaurant Lebanon.

Fahri memasuki restaurant itu. Ia melihat ke seantero sudut restaurant. Seorang perempuan bule tua berkaca mata, dengan wajah putih sedikit berkeribut tampak sedang menyeruput teh sambil membaca majalah. Perempuan itu duduk pojok restaurant di dekat jendela. Fahri menghampiri perempuan itu yang tak lain adalah Profesor Charlotte.

"Hai Prof."

"Hai Fahri duduklah!"

Fahri duduk dan memanggil pegawai restaurant. Fahri memesan jus mangga dan Sambosa.

"Selamat atas produktifitasmu yang luar biasa Fahri."

"Produktifitas yang mana Prof?"

"Setelah karyamu di muat di jurnal-nya SOAS, kemudian karyamu yang lain dimuat di Leiden, dan baru-baru ini dimuat sebuah jurnal di Istanbul. Aku sangat mengapresiasi dan bangga padamu."

"Terima kasih Prof."

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 219

0 komentar:

Posting Komentar