Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 216

Sabina telah menyiapkan sarapan pagi dan teh panas ketika Fahri sampai di rumah. Sarapan dan teh itu telah siap di meja dapur. Sabina sendiri telah turun kembali ke kamarnya di basement. Fahri, Misbah dan Paman Hulusi menikmati sarapan pagi dengan lahap.

"Bagaimana Hoca, sudah ada pandangan? Tuan Taher dan brother-brother lainnya apa sudah ada pandangan?"

"Pandangan apa Paman?"

"Pandangan orang yang mau dan cocok menikahi Sabina."

"Belum, Paman. Tidak mudah ternyata meyakinkan bahwa kecantikan itu sesungguhnya adalah kecantikan batin. Entah kenapa saya kok merasa Sabina itu akhlaknya baik, batinnya cantik. Bacaan Al Qur'annya meskipun suaranya serak tetapi tampak betul panjang-pendek dan tajwidnya betul. Dia dari dulu pasti dari keluarga atau lingkungan yang dekat dengan pengajian Al Qur'an. Tapi Paman kan tahu sendiri, hampir semua brother di masjid tahu Sabina dulu biasa minta-minta di masjid. Tak ada yang tertarik."

"Sejak Hoca menyampaikan ide Hoca itu, saya merenung-renung sendin, entah kenapa saya punya sebuah pandangan Hoca."

"Pandangan bagaimana Hoca?"

"Saya merenungi diri saya sendiri, saya ini juga kalau boleh di kata seperti sebatang kara. Saya sedikit beruntung bisa ikut Hoca. Saya lalu berpikir, kenapa saya tidak mulai berumah tangga. Dengan orang yang mungkin merasa sebatang kara seperti saya juga. Saya tahu siapa saya sebenarnya. Seperti apa dosa-dosa yang pernah saya lakukan. Maka jika saya dapat perempuan yang baik akhlak dan agamanya saya sungguh beruntung. Tiba-tiba saya berpikir untuk menikahi Sabina. Bagaimana menurut Hoca?"

Fahri dan Misbah agak kaget mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Paman Hulusi.

"Paman sungguh-sungguh?!" Fahri bertanya meyakinkan.

"Saya sungguh-sungguh Hoca. Saya tidak main-main. Saya berpikir untuk menikahi Sabina, saya tidak akan melihat kecantikan fisik tapi akhlak. Saya pun berpendapat sama, Sabina sebenarnya perempuan yang menjaga agamanya. Hanya nasib saja yang membuatnya sampai harus meminta-minta. Apakah Hoca setuju kalau saya menikahi Sabina?"

"Subhanallah, setuju sekali Paman. Kalau paman serius mau menikahi Sabina, biar nanti tempat tinggal saya yang carikan. Akan saya carikan rumah untuk dikontrak yang dekat sini. Setuju sekali. Ini kabar yang menggembirakan. "

"Iya Paman, saya juga setuju." Sahut Misbah.

"Terus langkah saya selanjutnya bagaimana Hoca?"

"Ah masak Paman tidak tahu? Langkah selanjutnya ya Paman sampaikan keinginan Paman itu kepada Sabina. Atau melamar Sabina. Jika diterima baru dilanjutkan proses akad nikah." Kata Fahri sambil tersenyum.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 216

0 komentar:

Posting Komentar