Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 217

"Pasti diterima. Seratus persen. Saya yakin sekali!" Tukas Misbah. "Jadi kapan mau melamar Paman?"

Mendengar kata-kata dan pertanyaan Misbah itu Paman Hulusi tersenyum tersipu.

"Saya akan cari waktu yang tepat."

"Semakin cepat semakin baik, Paman. Iya kan Bah?"

"Betul."

•••

Siang itu setelah mengantar Fahri ke kampus, Paman Hulusi pamit untuk pulang ke Stoneyhill Grove. Fahri mengijinkan. Ia hanya meminta agar Paman Hulusi menjemputnya jam lima sore. Fahri seperti bisa membaca kenapa Paman Hulusi ijin pulang.

Paman Hulusi membawa mobil SUV BMW putih itu memasuki kawasan Stoneyhill Grove dengan hati berdebar. Melewati halaman nenek Catarina dada Paman Hulusi berdegup kencang. Ia melihat Sabina sedang memotong rumput yang ada di halaman rumah nenek Yahudi itu dengan pemotong rumput mesin. Entah kenapa Sabina yang berwajah buruk itu kini membuat dada Paman Hulusi berdesir.

Paman Hulusi memarkir mobil itu di garasi rumah Fahri lalu masuk ke dalam rumah. Sebelum masuk ia sempat menengok ke arah Sabina. Jilbab biru muda perempuan berwajah buruk itu berkibar diterpa angin. Paman Hulusi ragu hendak memanggil Sabina. Ia masuk ke dalam rumah dan memilih menunggu Sabina sambil duduk di sofa ruang tamu.

Suara mesin pemotong rumput itu masih terdengar. Paman Hulusi tidak tenang duduk, ia berdiri lalu berjalan dan melihat Sabina dari jendela. Kemudian duduk lagi. Menunggu agak lama, Paman Hulusi jengah dan deg-degan. Ia bangkit dan mengambil wudhu. Ia lalu duduk lagi menunggu. Suara mesin pemotong rumput sudah tidak terdengar. Kini yang terdengar langkah mendekat dan suara pintu yang dibuka. Dada paman Hulusi bergetar.

"Assalamu'alaikum." Suara Sabina yang serak lirih terdengar. Sabina masuk dengan menunduk. Paman Hulusi menjawab salam itu lirih juga. Sabina sama sekali tidak melihat Paman Hulusi. Perempuan itu berjalan menuju tangga menuju basement di dekat dapur. Sesaat lidah Paman Hulusi terasa kelu hendak memanggil nama Sabina. Ketika Sabina sudah mendekati tangga, Paman Hulusi memaksa mulutnya bersuara,

"Sabina!"

Yang dipanggil menghentikan langkah dan membalikkan badan.

"Iya Paman."

"Saya mau bicara sedikit, bisa?"

"Bisa." Jawab Sabina pelan dengan tubuh tidak beranjak dari tempatnya berdiri.

"Kemarilah, duduk di sini!" Sabina me1angkah agak ragu. "Saya tidak ada maksud buruk. Duduklah!"

Sabina duduk di kursi yang ada di hadapan Paman Hulusi. Perempuan berwajah buruk itu menunduk.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 217

0 komentar:

Posting Komentar