Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 197

Tunggu sebentar Paman. Terima kasih sudah membangunkan."

"Jangan lama-lama ya."

"Iya Paman."

Fahri duduk di bibir ranjang hotel itu menenangkan pikiran dan menghadirkan seluruh kesadaran.

"Ya Allah, apa makna mimpi yang aku alami? Kenapa Aisha itu berwajah Hulya? Apakah itu maknanya aku harus menolak Yasmin dan menerima Hulya?"

Fahri bersuci, berkemas dan keluar dari kamarnya. Tepat ketika ia menutup pintu kamarnya, beberapa langkah dari tempatnya berdiri Yasmin keluar dari kamarnya. Fahri agak kaget, demikian juga Yasmin.

"Assalamu'alaikum." Lirih Fahri sambil menunduk.

"Alaikumussalam." Jawab Yasmin juga dengan menunduk.

Fahri berjalan menuju lift, diikuti Yasmin. Fahri banyak menunduk ketika menunggu pintu lift terbuka, demikian juga Yasmin. Mereka berdua memasuki lift, selama di dalam lift keduanya berkomunikasi dengan diam. Fahri masih terbayang-bayang mimpinya. Tak terasa air matanya meleleh. Yasmin sempat melirih Fahri yang menunduk dengan air mata meleleh.

Lift berhenti di lobby. Begitu pintu lift terbuka, Fahri melangkah keluar duluan diikuti Yasmin. Syaikh Utsman dan Paman Eqbal tampak duduk menunggu di kursi. Begitu melihat Fahri, Syaikh Utsman berdiri dan tersenyum. Fahri menyalami gurunya itu dan mencium tangannya lalu menyalami Paman Eqbal. Mereka berempat lalu melangkah keluar meninggalkan Landmark London Hotel menuju Central Mosque London.

Sepanjang perjalanan menuju masjid dada Fahri terus terasa deg-degan. Ia merasa ia belum menemukan jawaban yang mantab jika ditanya oleh Syaikh Utsman. Ia tidak tahu apakah harus menerima Yasmin, ataukah menolaknya.

Angin pagi kota London sejuk semilir. Jalanan masih sepi. Hanya beberapa mobil berseliweran. Sangat berbeda ketika matahari sudah terbit, ketika siang, sore hingga menjelang tengah malam, maka jalanan kota London akan terasa padat dan sangat dinamis.

Syaikh Ustman berjalan tenang dengan mulut terus berdzikir, Fahri yang ada di sampingnya mendengar jelas dzikir gurunya itu, "Ya Hayyu ya Qayyum, La ilaaha illa Anta". Begitu terus, diulang-ulang sambil melangkah berjalan.

Ia jadi ingat bahwa itu adalah dzikir yang sama yang dilakukan oleh Romo Kyai Ja'far Abdur Razaq, gurunya ketika di pesantren dulu. Romo Kyai Ja'far selalu mengumamkan dzikir itu di sela-sela beliau membangunkan para santri dari kamar ke kamar, untuk shalat shubuh berjama'ah. Ya itulah dzikirnya, "Ya Hayyu, ya Qayyum. La ilaaha illa Anta".

Apa keistimewaan dzikir itu?

Kenapa Syaikh Utsman dan Kyai Ja'far bisa melafalkan dzikir yang sama menjelang shalat shubuh. Kenapa dulu ia tidak bertanya kepada Kyai Ja'far? Dan kenapa tidak terpikirkan untuk mencari teks di dalam kitab-kitab karya ulama tentang keutamaan dzikir dengan kalimat itu. Baru sekarang ia terpikirkan. Pikirannya sedikit teralihkan tentang dzikir itu.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 197

0 komentar:

Posting Komentar