Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 140

"Saya serahkan kepadamu untuk mengolahnya Nyonya Suzan. Saya percaya Anda karena Anda taat beragama."

"Terima kasih, Tuan Fahri, atas kepercayaannya."

Fahri menghela nafas. Ia menyandarkan tubuh dan kepalanya ke sofa. Dialognya dengan Nyonya Suzan itu masih berputar di kepalanya. Ya, tiga puluh lima ribu pounsterling itu tidak sedikit. Dan ia telah menyanggupinya. Keira bukan siapa-siapanya. Tak ada yang ia harapkan dari gadis tetangganya itu. Ia juga tidak ada rasa jatuh cinta sama sekali kepadanya. Kalau pun ia jatuh cinta, belum tentu gadis itu cocok untuknya, dan juga belum tentu gadis itu jatuh cinta padanya. Lalu untuk apa ia harus keluarkan uang sebanyak itu?

Bukankah untuk membantu mahasiswa-mahasiswa Indonesia di UK yang sebagian masih macet beasiswanya akan lebih baik? Atau dana sebesar itu dikirim ke pelosok desa di Indonesia bisa untuk membuat satu masjid? Atau ia kirim ke panti asuhan, sudah bisa memberi makan ratusan anak yatim? Atau ia kirimkan ke Gaza untuk menolong bayi-bayi Palestina yang kekurangan obat-obatan dan susu, ia akan lebih jelas kebajikannya?

Ia teringat coretan-coretan Keira di kaca mobilnya. Kata-katanya begitu menusuk hatinya. Tetapi ia ingin membuktikan bahwa coretan-coretan Keira itu tidak benar. Bisa jadi untuk membuktikan itu biayanya sangat mahal. Tetapi keikhlasan dan harga diri sebagai muslim jauh lebih mahal dari tiga puluh lima ribu poundsterling.

Ia tidak mengharap apa-apa dari apa yang ia keluarkan. Ia tidak mengharap pujian. Ia tidak mengharap Keira dan keluarganya kemudian simpati dan suka padanya. Bukan hal yang remeh temeh seperti itu yang ia harapkan. Ia banya mengharapkan bahwa Allah kelak tersenyum padanya. Itu saja. Dan semoga jika ijtihadnya ini salah, Allah mengampuninya.

"Tuan ... !"

Fahri tergagap, ia terhenyak dari lamunannya. Ia duduk tegap dan langsung melihat ke asal suara serak itu. Sabina berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.

"Ada apa, Sabina?"

"Maaf, apa Tuan mau saya buatkan minum?"

"Biar Paman Hulusi saja yang membuatkan."

"Tampaknya Paman Hulusi kelelahan, sekilas saya lihat dia sudah tertidur di kamarnya."

Fahri melihat ke arah kamar Paman Hulusi yang terbuka. Dan benar, Paman Hulusi sudah tertidur dan mendengkur. Orang tua itu cepat sekali tidurnya.

"Hmm .. boleh buatkan minum, kalau tidak merepotkanmu."

"Baik Tuan. Mau teh, kopi, atau yang lainnya?"

"Terserah, yang penting panas dan segar. Oh ya sedikit manis, gulanya satu sendok setengah."

"Baik Tuan."


(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 140

0 komentar:

Posting Komentar