Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 148

18 PERMINTAAN YANG SUSAH DITOLAK

"Hoca, apakah Hoca membiarkan mereka bicara seenaknya seperti itu? Ijinkan saya membuat perhitungan dengan mereka, agar mereka tidak seenaknya menyindir dan merendahkan kita."

Paman Hulusi berbicara dengan mencondongkan tubuhnya dan mendekatkan mulutnya ke telinga Fahri.

"Tahan emosimu Paman. Jika Paman meledakkan kemarahan, maka Paman masuk ke perangkap mereka. Memang itu yang mereka inginkan. Dan itu berarti Paman benar-benar bodoh seperti keledai, persis seperti yang mereka sindirkan itu. Sudah kita pura-pura tidak tahu saja, meskipun kita tahu."

"Jadi kita diam saja tidak melakukan apa-apa atas penghinaan itu? Itu mereka menyindir-nyindir kita, Hoca. Kita pasti melakukan sesuatu Paman. Tapi hukan sesuatu yang bodoh seperti yang mereka harapkan."

"Apa itu Hoca?"

"Menyadarkan diri sendiri dan menyadarkan umat ini agar tidak jadi keledai yang bodoh! Sudah paman duduk saja. Mereka biar saya yang urus!"

"Kalian sedang membicarakan apa? Tampaknya serius?" Tanya Brenda yang memperhatikan Fahri dan Paman Hulusi berbincang dengan bahasa Turki. Brenda tampak tidak memahami pembicaraan mereka berdua. Sementara Sabina hanya diam memperhatikan dengan seksama.

"Ah tidak, sesuatu yang tidak penting. Mari kita teruskan makan minumnya." Sahut Fahri sambil kembali menyeruput teh hangatnya. Sementara Baruck dan ketiga temannya masih terus membincangkan kebodohan musuh-musuh mereka yang mereka sebut sebagai kaum amalek. Fahri yang sangat tersindir dengan perbincangan mereka berusaha kuat untuk menahan diri.

Tiga puluh menit kemudian, setelah semua selesai makan dan minum, perbincangan juga dirasa cukup, Brenda bangkit mengajak Fahri pulang. Fahri bangkit hendak keluar, ia berbelok ke meja Baruch. Fahri memperkenalkan dirinya dengan singkat dan memberikan kartu namanya.

"Saya Fahri, pengajar di The University of Edinburgh. Maaf tadi kalian memperbincangkan kaum yang kalian sebut amalek. Mohon maaf, pandangan kalian itu tidak benar, bahkan boleh dikatakan picik. Saya siap berdiskusi dengan kalian tentang konsep amalek kalian itu kapan saja. Jika kalian berminat bisa kontak saya. Terima kasih."

Baruch dan teman-temannya diam seribu bahasa dan tampak kaget dengan keberanian dan keterusterangan Fahri. Kata-kata Fahri itu seperti tantangan yang dahsyat untuk mereka. Fahri bergegas melangkah menuju pintu keluar.

"Sebentar!" Teriak Baruch

"Iya." Fahri membalikkan badannya dan memandang Baruch.

"Bukankah kau orang yang menolong Catarina di Stoney Hill itu?"

"Benar, Tuan Baruch. Itu saya."

"Okay, okay. Aku tahu di mana harus menemuimu." Kata Baruch dengan tegas, nadanya mengancam.

(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 148

0 komentar:

Posting Komentar