Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 157

"Sebentar, saya tidak mendengar suara nenek Catarina. Apa dia tidur di kamarnya?"

"Nenek Catarina duduk-duduk di halaman belakang, Tuan. Tadi saya bantu berjalan kesana. Katanya ingin melihat cerahnya langit musim semi."

"Oh ya sudah, tolong diperhatikan benar-benar nenek Catarina!"

"Iya, Tuan."

Sabina lalu melangkah menuju tangga ke bawah yang ada di dekat dapur. Paman Hulusi duduk di sofa di depan Fahri. Lelaki Turki setengah baya itu memperhatikan wajah Fahri yang sedang menyeruput teh hangat itu dengan seksama. Fahri tampak memejamkan mata dan menikmati betul teh itu.

"Teh buatan Sabina ini enak sekali, Paman. Mirip teh buatan Aisha." Gumam Fahri sambil meletakkan gelas itu ke meja.

"Hoca, selalu begitu. Selalu mencari-cari alasan untuk mengingat Aisha Hanem. Hoca jangan terus terbawa perasaan, Hoca harus juga bersikap rasional. Ah, kok malah saya menasehati Hoca. Tidak pantas rasanya."

"Teruskan Paman."

"Lepaskan beban masa lalu Hoca. Sudahlah, yang lalu biarkan berlalu. Yang penting Hoca terus mendoakan Aisha Hanem. Bangunlah rumah tangga yang baru. Jika Hoca menikah lagi, saya tiba-tiba terbayang untuk menikah lagi."

"Paman Hulusi mau menikah lagi?"

"Kalau Hoca mau menikah lagi."

"Saya menghadapi pilihan yang tidak mudah. Dua pilihan yang berat. Menerima tawaran Syaikh Utsman dengan menikahi Yasmin, rasanya berat sekali Paman. Saya belum bisa melupakan Aisha. Saya khawatir nanti menikahi Yasmin tapi saya memandang Yasmin sehagai Aisha. Saya jadi tidak adil Paman. Menolak tawaran Syaikh Utsman juga terasa berat Paman. Syaikh Utsman adalah guru yang seperti orang tua sendiri. Sangat saya cintai Paman. Saya tidak ingin beliau kecewa. Dan Yasmin, melihat sosok dan kepribadian yang diceritakan Syaikh Ustman, dia perempuan yang tidak semestinya di tolak Paman. Saya benar-benar tidak bisa memutuskan Paman."

"Dibuat mudah saja Hoca. Menikahlah dengan Yasmin. Titik. Dulu Hoca pernah menceramahi saya, kata Hoca bahwa hidup beribadah dengan adanya istri dalam hidup itu berlipat ganda pahalanya dibandingkan hidup beribadah tanpa memiliki istri. Hoca harus mengamalkan nasehat Hoca itu pada diri Hoca sendiri."

"Sungguh celaka diriku Paman. Diriku ini banyak dosa, banyak memberi nasehat tapi tidak bisa mengamalkan nasehat itu, Astaghfirullahal 'adhim."

"Kalau Hoca merasa banyak dosa, bagaimana dengan orang seperti saya Hoca?"

Tiba-ttba terdengar bunyi ponsel berderit-derit.

"Ada panggilan Hoca."

"Ponselku di atas, di kamar Paman. Biarkan saja Paman. Nanti saya telpon balik."

"Biar saya ambil Hoca." Paman Hulusi bergegas naik ke atas mengambil ponsel yang berderit-derit itu lalu memberikan kepada Fahri beberapa detik sebelum panggilan itu berhenti.


(Bersambung)

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ayat-ayat Cinta 2 - Bagian 157

0 komentar:

Posting Komentar